Biografi dan Profil Sapardi Djoko Damono, Mengenal Sosok Penyair yang Kini Tinggal Kenangan!

Biografi dan Profil Sapardi Djoko Damono
Biografi dan Profil Sapardi Djoko Damono

Swarariau.com, Biografi dan Profil Sapardi Djoko Damono - Sosok yang satu ini dikenal sebagai salah satu penyair ternama Indonesia. Tak ada yang lebih tabah dari hujan bulan Juni, sepenggal syair yang ditinggalkan kepada generasi bangsa berjudul Hujan di Bulan Juni.

 

HUJAN DI BULAN JUNI
Oleh Sapardi Djoko Damon

Tak ada yang lebih tabah
Dari hujan bulan Juni

Dirahasiakannya rintik rindunya
Kepada pohon berbunga itu

Tak ada yang lebih bijak
Dari hujan bulan Juni

Dihapuskannya jejak-jejak kakinya
Yang ragu-ragu di jalan itu,

Tak ada yang lebih arif
Dari hujan bulan Juni
Dibiarkannya yang tak terucapkan diserap akar pohon bunga itu
 

Biodata & Profil Sapardi Djoko Damono

Profil Sapardi Djoko Damono
Profil Sapardi Djoko Damono

Namanya dikenal dengan karyanya yang mampu menggugah hati. Lengkapnya Prof. Dr. Sapardi Djoko Damono, Sosok Pujangga yang lahir di Surakarta pada tanggal 20 Maret 1940. 

 

Beberapa hari lalu kita dikejutkan dengan meninggalnya sosok Profil Sapardi Djoko Damono pada usia 80 tahun. Indonesia berduka pada tanggal 19 Juli 2020 karena harus kehilangan satu sosok yang selalu berkarya.

 

Sosok Sapardi Djoko Damono adalah seorang pujangga sejati berkebangsaan Indonesia. Ia kerap dipanggil dengan singkatan namanya, SDD. 

 

HANYA
Oleh Sapardi Djoko Damon

Hanya suara burung yang kau dengar
Dan tak pernah kau lihat burung itu

Tapi tahu burung itu ada di sana
Hanya desir angin yang kau rasa

Dan tak pernah kau lihat angin itu
Tapi percaya angin itu di sekitarmu

Hanya doaku yang bergetar malam ini
Dan tak pernah kaulihat siapa aku

Tapi yakin aku ada dalam dirimu

Berikut Biodata Sapardi Djoko Damono:

  • Nama Lengkap: Prof. Dr. Sapardi Djoko Damono
  • Tempat dan Tanggal Lahir: Belanda Surakarta, Jawa Tengah, 20 Maret 1940
  • Meninggal: Tangerang Selatan, Banten 19 Juli 2020 (umur 80)
  • Pekerjaan: Sastrawan
  • Almamater: Universitas Gadjah Mada
  • Tahun aktif: 1958–2020

 

...Ingin rasa jiwa ini menangis, sesosok yang aku kagum telah pergi!

 

Keluarga Sapardi Djoko Damono

Biografi dan Profil Sapardi Djoko Damono
Biografi dan Profil Sapardi Djoko Damono

Dalam Biodata dan Profil Sapardi Djoko Damono, diketahui jika SDD menikah dengan Wardiningsih. Sosok istri apardi Djoko Damono juga dari Jawa. 

 

Nah, dari perkawinan ini apardi Djoko Damono dan Wardiningish D dikaruniai dua orang anak, seorang perempuan bernama Rasti Sunyandani dan seorang laki-laki bernama Rizki Henriko

 

Istri Sapardi Djoko Damono:

  • Wardiningsih

 

Anak Sapardi Djoko Damono:

  • Rasti Sunyandani
  • Rizki Henriko

Orang Tua Sapardi Djoko Damono

  • Ayah: Sadyoko
  • Ibu: Saparian

 

Riwayat hidup dalam Profil Sapardi Djoko Damono

Profil dan Biografi Sapardi Gjoko Damono
Profil dan Biografi Sapardi Gjoko Damono


Generasi kekinian mungkintak terlalu mengenal sosok Sapardi Djoko Damono ini. Namun perlu kalian tau jika Sapardi Djoko Damono adalah sastrawan besar Indonesia. 

 

You Have To Know it! Biar nggak sok zaman now, dasar bocil!


Mengulas masa muda Sapardi Djoko Damono, beliau ini banyak menghabiskan waktu di Surakarta. Ketika itu, Sapardi Djoko Damono adalah salah satu dari lulusan SMP Negeri 2 Surakarta pada tahun tahun 1955 dan SMA Negeri 2 Surakarta tahun 1958). 

 

Pada masa ini, SDD sudah menulis sejumlah karya yang dikirimkan ke majalah-majalah. Kesukaannya menulis ini berkembang saat ia menempuh kuliah di bidang Bahasa Inggris di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

 

Pada perjalanan hidup beliau selanjutnya, Sapardi Djoko Damono pindah dari Semarang menuju Jakarta. Perpindahan ini karena beliau menjabat Direktur Pelaksana Yayasan Indonesia yang waktu itu sedang menerbitkan Majalah Sastra Horison.

 


Bada tahun berikutnya, sekitar tahun 1974, beliau sempat mendai pengajar di Fakultas Sastra, kalau sekarang dikenal dengan nama Fakultas Ilmu Budaya setelah mengalami beberapa perubahan di Universitas Indonesia.

 

Sekitar tahun 1995-1999, ia sempat menjabat sebagai Dekan Fakultas Ilmu Budaya di Universitas Indonesia.

 

Dalam kurun waktu yang sama, Sapardi Djoko Damono juga menjadi redaktur majalah Horison, Basis, Kalam, Pembinaan Bahasa Indonesia, Majalah Ilmu-ilmu Sastra Indonesia, dan country editor majalah Tenggara di Kuala Lumpur. 

 

Penghargaan yang diterima Sapardi Djoko Damono

Sapardi Djoko Damono Biografi
Sapardi Djoko Damono Biografi

Mengabdikan diri dalam dunia Sastra, Sapardi Djoko Damono sempat mendapat SEA Write Award, selain itu juga menerima Achmad Bakrie Award pada tahun 2003.

 

Oh ya, Jika pernah dengan Yayasan Lontar? Pernah nggak? Pendirinya itu adalah Sapardi Djoko Damono ini. 

 

Beberapa sajak Sapardi kemudian diketahui sudah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, termasuk bahasa daerah. Ia tidak saja aktif menulis puisi, tetapi juga cerita pendek. 

 

Kumpulan Puisi Sapardi Djoko Damono

Sapardi Djoko Damono Profil
Sapardi Djoko Damono Profil

Nama Sapardi Djoko Damono tak diragukan lagi dalam karya sastranya. Terlihat ada banyak puisi dan syair yang telah diciptakan oleh sosok Sapardi Djoko Damono. Berikut ini kumpulan Puisi Sapardi Djoko Damono:

 

Aku Ingin

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
Dengan kata yang tak sempat diucapkan

Kayu kepada api yang menjadikannya abu
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana

Dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
Awan kepada hujan yang menjadikannya tiada

Hujan Bulan Juni

Tak ada yang lebih tabah
Dari hujan bulan Juni
Dirahasiakannya rintik rindunya
Kepada pohon berbunga itu
Tak ada yang lebih bijak
Dari hujan bulan Juni
Dihapusnya jejak-jejak kakinya
Yang ragu-ragu di jalan itu
Tak ada yang lebih arif
Dari hujan bulan Juni
Dibiarkannya yang tak terucapkan
Ddiserap akar pohon bunga itu
 

Hatiku Selembar Daun

Hatiku selembar daun
melayang jatuh di rumput

Nanti dulu

Biarkan aku sejenak terbaring di sini
Ada yang masih ingin kupandang

Yang selama ini senantiasa luput
Sesaat adalah abadi

Sebelum kau sapu tamanmu setiap pagi
 

Yang Fana Adalah Waktu

Yang fana adalah waktu. Kita abadi
memungut detik demi detik, merangkainya seperti bunga

Sampai pada suatu hari
Kita lupa untuk apa

“Tapi, yang fana adalah waktu, bukan?” tanyamu
Kita abadi
 

Ruang Tunggu

Ada yang terasa sakit
di pusat perutnya

Ia pun pergi ke dokter
belum ada seorang pun di ruang tunggu

Beberapa bangku panjang yang kosong
tak juga mengundangnya duduk

Ia pun mondar-mandir saja
menunggu dokter memanggilnya

Namun mendadak seperti didengarnya
suara yang sangat lirih
dari kamar periksa

Ada yang sedang menyanyikan
beberapa ayat kitab suci
yang sudah sangat dikenalnya

Tapi ia seperti takut mengikutinya
seperti sudah lupa yang mana
mungkin karena ia masih ingin
sembuh dari sakitnya
 

Pada Suatu Hari Nanti

Jasadku tak akan ada lagi
Tapi dalam bait-bait sajak ini

Kau tak akan kurelakan sendiri
Pada suatu hari nanti

Suaraku tak terdengar lagi
Tapi di antara larik-larik sajak ini

Kau akan tetap kusiasati
Pada suatu hari nanti

Impianku pun tak dikenal lagi

Namun di sela-sela huruf sajak ini
Kau tak akan letih-letihnya kucari
 

Sastra Sapardi Djoko Damono

  • Duka-Mu Abadi (1969)
  • Lelaki Tua dan Laut (1973; terjemahan karya Ernest Hemingway)
  • Mata Pisau (1974)
  • Sepilihan Sajak George Seferis (1975; terjemahan karya George Seferis)
  • Puisi Klasik Cina (1976; terjemahan)
  • Lirik Klasik Parsi (1977; terjemahan)
  • Dongeng-dongeng Asia untuk Anak-anak (1982, Pustaka Jaya)
  • Perahu Kertas (1983)
  • Sihir Hujan (1984; mendapat penghargaan Puisi Putera II di Malaysia)
  • Water Color Poems (1986; translated by J.H. McGlynn)
  • Suddenly The Night: The Poetry of Sapardi Djoko Damono (1988; translated by J.H. McGlynn)
  • Afrika yang Resah (1988; terjemahan)
  • Mendorong Jack Kuntikunti: Sepilihan Sajak dari Australia (1991; antologi sajak Australia, dikerjakan bersama R:F: Brissenden dan David Broks)
  • Hujan Bulan Juni (1994)
  • Black Magic Rain (translated by Harry G Aveling)
  • Arloji (1998)
  • Ayat-ayat Api (2000)
  • Pengarang Telah Mati (2001; kumpulan cerpen)
  • Mata Jendela (2002)
  • Ada Berita Apa hari ini, Den Sastro? (2002)
  • Membunuh Orang Gila (2003; kumpulan cerpen)
  • Nona Koelit Koetjing: Antologi cerita pendek Indonesia Periode Awal (1870an - 1910an)" (2005; salah seorang penyusun)
  • Mantra Orang Jawa (2005; puitisasi mantra tradisional Jawa dalam bahasa Indonesia)
  • Before Dawn: The Poetry of Sapardi Djoko Damono (2005; translated by J.H. McGlynn)
  • Kolam (2009; kumpulan puisi)
  • Sutradara Itu Menghapus Dialog Kita (2012; kumpulan puisi)
  • Namaku Sita (2012; kumpulan puisi)
  • The Birth of I La Galigo (2013; puitisasi epos "I La Galigo" terjemahan Muhammad Salim, kumpulan puisi dwibahasa bersama John McGlynn)
  • Hujan Bulan Juni: Sepilihan Sajak (edisi 1994 yang diperkaya dengan sajak-sajak sejak 1959, 2013; kumpulan puisi)
  • Trilogi Soekram (2015; novel)
  • Hujan Bulan Juni (2015; novel)
  • Melipat Jarak (2015, kumpulan puisi 1998-2015)
  • Suti (2015, novel)
  • Pingkan Melipat Jarak (2017;novel)
  • Yang Fana Adalah Waktu (2018;novel)

 

Musikalisasi puisi Sapardi Djoko Damono

Biografi dan Profil Sapardi Djoko Damono
Biografi dan Profil Sapardi Djoko Damono

Hai! Mungkin kamu perlu tahu lebih lanjut tentang Profil Sapardi Djoko Damono. Beliau ternyata meninggalkan banyak karya musikalisasi puisi. Bahkan tercatat dalam Profil Sapardi Djoko Damono ia memulai karyanya sejak 1987.

 

Beberapa kegiatan beliau ini merupakan sebagai upaya untuk mengapresiasikan karya sastra kepada siswa Menengah Atas. Saat itulah tercipta musikalisasi "Aku Ingin" oleh Ags Arya Dipayana dan "Hujan Bulan Juni" oleh Umar Muslim

 

Dalam karirnnya, karya yang paling fenomela adalah Album Hujan Bulan Juni pada tahun 1990. Kala itu, Sapardi Djoko Damono memformasikan sebuah musikalisasi dari seluruh syair dalam sajaknya.

 

Kala itu, ia berkolaborasi dengan mahasiswa Fakultas Sastra Universitas Indonesiua, selanjutnya album Hujan dalam komposisi menyusu sekitar 6 tahun setelah itu, tahun 1996.

 

Jauh setelah itu, terbitlah album gadis kecil sekitar tahun 2006 yang waktu itu diprakrsai oleh dua orang ibu. Mereka adalah Reda Gaudiamo dan Tatyana dirilis.

 

Kemudian setahun setelah itu muncul lagi album Becoming Dew sekitar tahun 2007. Ini juga ada duet Reda dan Ari Malibu. 

 

Kemudian, Ananda Sukarlan mengadakan konser kantata Ars Amatoria yang berisi interpretasinya atas puisi-puisi Sapardi Djoko Damono serta karya beberapa penyair lain yang kemudia dikolaborasi dalam satu panggung.

 

Karya Non-sastra Sapardi Djoko Damono


  •  Sastra Lisan Indonesia (1983), ditulis bersama Subagio Sastrowardoyo dan A. Kasim Achmad. Seri Bunga Rampai Sastra ASEAN.
  • Puisi Indonesia Sebelum Kemerdekaan
  • Kebudayaan (Populer) (di Sekitar) Kita (2011)
  • Babad Tanah Jawi (2005; penyunting bersama Sonya Sondakh, terjemahan bahasa Indonesia dari versi bahasa Jawa karya Yasadipura, Balai Pustaka 1939).
  • Tirani Demokrasi (2014)
  • Bilang Begini, Maksudnya Begitu (2014), buku apresiasi puisi.
  • Alih Wahana (2013)
  • Dimensi Mistik dalam Islam (1986), terjemahan karya Annemarie Schimmel "Mystical Dimension of Islam", salah seorang penulis.
  • Jejak Realisme dalam Sastra Indonesia (2004), salah seorang penulis.
  • Sosiologi Sastra: Sebuah Pengantar Ringkas (1978).
  • Politik Ideologi dan Sastra Hibrida (1999).
  • Pegangan Penelitian Sastra Bandingan (2005).

 

Fakta Tentang Sapardi Djoko Damono

Sosok penyair yang kini telah tiada meninggalkan sejuta sajak, mewariskan segudang satra. Berikut ini beberapa fakta seputar Sapardi Djoko sebelum meninggal dunia:

 

Dikenal sebagai sastrawan yang namanya sudah melagenda, ternyata ia sudah aktif didunia sajak atau puisi sejak tahun 1950an. 

 

Namun, kita dikejutkan setelah ada kabar duka yang datang dari pihak keluarga Sapardi Djoko Damono. Pria yang lahir pada tanggal 20 Maret 1940 sudah dirawat dirumah sakit sejak 9 Juli 2020, kemudian beliau menghembuskan nafas terakhirnya pada hari Minggu, tanggal 19 Juli 2020. 

 

Menurut keterangan dari pihak rumah sakit, beliau sakit karena fungsi organnya menurun.

 

....Sapardi Djoko Damono adalah Panutan literasi Indonesia

 

Sosok SSD sudah dilabeli sebagai sang maestro sastra Indonesia. 

 

Dalamu dunia literasi, 

 

Beliau ini adalah sosok panutan. Bahkan beberapa karya beliau sudah dialih bahasa ke bbeberapa bahasa yang ada di Dunia. beberapa karya beliau yang paing fenomenal adalah Hujan Bulan Juni (1991), Ayat-Ayat Api (2000), Pada Suatu Hari Nanti (2013), dan dua novel terbarunya yang rilis di tahun 2017 dan 2019, yakni Pingkan Melipat Jarak dan Sepasang Sepatu Tua.

 

Demikianlah beberapa ulasan tentang Profil Sapardi Djoko Damono, Sosok Penyair dan Sastrawan Indonesia yang Tinggal Kenangan. Semoga beliau ditempatkan disisi Tuhan Yang Maha Esa, Amin!