Sejarah Kedatuan Langko Di Pulau Lombok, Dari Perselisihan Hingga Menjadi Kedatuan Langko?
Sejarah Kedatuan Langko Di Pulau Lombok |
Swarariau.com, Sejarah dan Budaya -- Kedatuan Langko menjadi salah satu yang eksist dalam catatatn Sejarah Lombok. Kata ‘Langko’ saat ini diabadikan menjadi nama jalan raya yang membelah tengah kota Mataram, Jalan Langko.
Dulu sewaktu penulis melakukan travelling ke Pulau Lombok sempat melintasi Jalan Langko, naluri bertanya terlintas dikepala.
…Jalan Langko?
Sebuah nama yang unik dan sangat menarik untuk ditelisik lebih lanjut.
Mulailah saya melakukan searching di Mbah Google untuk memenuhi hasrat ingin tahu ini tentang sejarah atau ‘Langko’ itu nama apaan???.
Selanjutnya,…
Keingintahuan ini menyeret kita untuk kembali ke pertengahan abad ke XVI Masehi. Pada abad ini Kerajaan Selaparang mencapai puncak kejayaannya.
Dimasa ini…
Ada rakyatnya yang hidup tenang secara berdampingan, antara satu desa dengan desa yang lainnya mampu hidup dalam sausana persaudaraan yang tinggi, hingga saat itu hokum Islam dijalankan secara murni.
… Kitab Kotaragama!
Kitab ini berisikan peraturan-peraturan yang dijalankan di kerajaan Selaparang (disebutkan sebagai Kerajaan Surya Alam) disebutkan bahwa:
Sifat seorang raja harus selalu berpedoman pada syariat agama Islam, bersedekah (sikap sosial), memberi pengayoman, tidak ingkar (Sikap disiplin), menuntut ilmu pengetahuan.
Siapapun yang bersalah harus dihukum sesuai dengan ketentuan hukum Islam meskipun pada anaknya sendiri; (putra mahkota raja).
Tuhan membuktikan…
Menjadi seorang raja Selaparang tak seindah atau semudah yang dibayangkan, ada hal yang harus ditaati, salah satunya syariat Islam untuk dijalankan.
Suatu hari, Raden Mas Panji tangah berjalan-jalan dihalaman, secara tidak sengaja dia bersenggolan dengan sang Permaisuri, sang Raden Mas Panji (Putra Mahkota Raja) marah kepada ibu tirinya tersebut.
Kemarahan tersebut berlanjut hingga terjadi pemukulan yang berujung sebuah kematian sang Ibu Tiri dari Raden Mas Panji.
Kejadian tersebut hingga akhirnya terdengar hingga ke telinga sang ayah, Raja Prabu Anom.
Selanjutnya hokum berjalan, Raja Prabu Anom mengumpulkan para pembesar Istana untuk mengabil tindakan hukum atas kejadian tersebut.
Hasil dari kesepakatan raja dan para pembesar Istana menyimpulkan bahwa Hukuman Matilah yang akan diterima oleh Putra Mahkota Tercinta.
Lalu tibalah saat pengabilan keputusan hukuman mati kepada putra mahkota Mas Raden Panji, proses ini dipercayakan kepada Patih SIngarepa,
…sungguh berat!
Sang Patih Singarepa tak kuasa untuk mengeksekusi hukuman mati kepada Raden Mas Panji,
Sang patih mulai berfikir…
Akhirnya oleh Patih Singarepa, Raden Mas Panji diseberangkan ke Alas (sebuat tempat yang ada di kawasan Pulau Sumbawa) dan dititip kepada salah seorang Demung Alas yang menjadi sahabatnya.
Itulah sebabnya bergelar Raden Mas Panji Tilar Negara (Tilar Negara artinya meninggalkan negaranya).
Sekembalinya Patih Singarepa menjalankan tugas kemudian disampaikan kepada sang raja bahwa prosesi telah dilaksanakan sebagaimana petunjuk yang dititahkan.
Raja Prabu Anom pun menangis sedih karena sangat sayangnya kepada sang putra mahkota.
Kembalinya sang Putra Mahkota ke Selaparang…
Setelah wafatnya Prabu Anom kemudian Patih Singarepa meminta kembali Raden Mas Panji Tilar Negara untuk kembali ke Selaparang.
Patih Singarepa menyampaikan bahwa sebelum meninggal baginda mewasiatkan Raden Mas Pamekel sebagai pemegang tahta kerajaan.
Mengetahui kejadian itu, Raden Mas Panji menerima keputusan dengan ikhlas dan merelakan adiknya menduduki tahta kerajaan.
Setelah sampai di Lombok, Raden Mas Panji Tilar Negara tidak ke Selaparang supaya adiknya mendapatkan ketenangan dalam memimpin kerajaan.
la kemudian membuat pemukiman di Hutan Saba di atas Gunung Tembeng (sebelah selatan Kopang sekarang).
Patih Singarepa dengan setia mendampingi Pangeran Raden Mas Panji Tilar Negara.
Pemukiman tersebut kemudian berubah menjadi pedukuhan yang disebut Pedukuhan Tembeng. Penduduknya hidup dengan tenang dan damai.
Raden Mas Panji Tilar Negara dikawinkan dengan puteri Patih Singarepa. Dalam perkawinannya itu, Raden Mas Panji memperoleh dua orang putera, yaitu Raden Pringganala dan Raden Terunajaya.
Setelah dewasa kedua putra tersebut memiliki sifat dan kegemaran yang bertolak belakang: Raden Pringganala sangat gemar mengumpulkan dan memelihara berbagai jenis burung, sementara Radon Terunajaya sangat gemar mengumpulkan berbagai macam senjata.
Ketika Raden Mas Panji Tilar Negara meninggal dunia, beliau dimakamkan di daerah Tembeng. Sedangkan pemimpin pedukuhan digantikan oleh Raden Pringganala.
Suatu hari Raden Terunajaya menasehati kakaknya supaya mau ikut mengumpulkan senjata, akan tetapi ditolak sehingga menimbulkan perselisihan antara keduanya.
Raden Pringganala kemudian mengusir Raden Terunajaya dari Tembeng.
Raden Terunajaya pun meninggalkan Pedukuhan Tembeng dan membuat pemukiman di hutan Lengkukun.
Di pemukiman tersebut beliau beserta para pengikutnya membangun masjid dan pasar. Pemukiman inilah yang kemudian berubah menjadi Kedatuan Langko dengan Raden Terunajaya sebagai pemimpinnya.